KERAJINAN WAYANG KULIT : WAYANG PURWA;WAYANG TRADISIONAL DAN KONTEMPORER.SENI KERAJINAN INI MENG'URI-URI'BUDAYA JAWA AGAR TIDAK PUNAH OLEH JALANYA WAKTU....
Sanggar Seni MAHARANI ART memproduksi Wayang Kulit dengan khas gaya Jogja dan khas gaya solo.
sanggar seni mini yang bertempat di Magelang -Jawa Tengah menguri-uri seni TATAH UKIR dan SUNGGING WAYANG ( WAYANG KULIT ) sebagai salah satu pelestari seni wayang . Tidak hanya wayang bercorak klasik ,tapi wayang yang bercorak Kontemporer dan Kreasi juga di buat .Dan berbagai macam souvenir-souvenir bermotif wayang , lukisan bermotif wayang juga di kerjakan .Di Sanggar seni MAHARANI ART juga menerima pesanan berbagai macam wayang dari berbagai GAGRAK( gaya ), diantaranya : Gaya Jogja , Solo , Kedu , Jawa Timuran , Bali ,Cirebonan . Semua berbahan dari kulit .
Kerajinan wayang kulit dan souvenir MAHARANI ART
PROSES PENGERJAAN WAYANG KULIT
BY : JATMIKO (- MAHARANI ART -)
MAGELANG - JAWA TENGAH
085842873130
0293-367197
PENGRAJIN/SENIMAN : JATMIKO ( MAHARANI ART )
LOKASI : MAGELANG -JAWA TENGAH
PHONE :085842873130 / 0293-367197 ( sanggar )
lihat selengkapnya di ...maharani art...lihat pemesanan
Dalam bahasa Jawa, WAYANG berarti “ BAYANGAN “ / “ WEWAYANGAN “(SHADOW ).Dan jikaditinjau dari arti filsafatnya “WAYANG”diartikan sebagai Bayangan pencerminan dari sifat-sifat yang ada dalam jiwa manusia.
Wayang tercipta karena adanya pikiran dan imajinasi manusia untuk menggambarkan ROH nenek moyang pada saat itu ( jaman NEOLITHIKUM )di Nusantara ( Indonesia ).Dan dipergunakan untuk upacara-upacara tertentu. Wayang timbul diperkirakan pada tahun 1500 SM, sebelum masuknya ajaran HINDHUISME ke Nusantara.
Sampai pada awal berdirinya kerajaan Demak, wayang banyak mengalami perubahan dalam penyempurnaan pada tahun 1437 M. Dan mengalami penyempurnaan lagi pada awal berdirinya kerajaan Mataram Islam, seperti yang terlihat sampai sekarang.
Wayang itu sendiri terkandung beberapa segi aspek seni didalamnya, antara lain:
1.Seni Tari
2.Seni Rupa
3.Seni Drama/teater
4.Seni Musik
5.Seni Sastra
6.Seni Suara. 7.Seni Kriya / pahat
Dari ke 7 segi itu akan nampak jelas pada saat wayang dimainkan dalam suatu pertunjukan.Pada tahun 2003 dan November 2005 , Badan Dunia UNESCO telah menetapkan seni wayang sebagai salah satu dari 90 mahakarya seni dunia.
Wayang tidak hanya dinikmati oleh orang jawa (Indonesia)saja, tapi juga diminati dan digemari oleh orang-orang Asing manca negara.
Bahkan dari segi bentuk wayang tradisional ( klasik)-pun ,oleh imajinasi Seniman dikreasi menjadi seni KONTEMPORER,dan tetap pada ciri khas dari Klasik-nya. danmenambah khasanah seni wayang yang adilihung.
Dan kreasi dari seni wayang kontemporer dapat dilihat di….
Korawa atau Kaurawa (Sansekerta: kaurava) adalah kelompok antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Nama Korawa secara umum berarti “keturunan Kuru”. Kuru adalah nama seorang Maharaja yang merupakan keturunan Bharata, dan menurunkan tokoh-tokoh besar dalam wiracarita Mahabharata. Korawa adalah musuh bebuyutan para Pandawa. Jumlah mereka adalah seratus dan merupakan putra prabu Dretarastra ( prabu Kuru )yang buta dan permaisurinya, Dewi Gandari.
Pengertian
Istilah Korawa yang digunakan dalam Mahabharata memiliki dua pengertian:
Arti luas: Korawa merujuk kepada seluruh keturunan Kuru. Dalam pengertian ini, Pandawa juga termasuk Korawa, dan kadangkala disebut demikian dalam Mahabharata, khususnya pada beberapa bagian awal.
Arti sempit: Korawa merujuk kepada garis keturunan Kuru yang lebih tua. Istilah ini hanya terbatas untuk anak-anak Dretarastra, sebab ia merupakan keturunan yang tertua dalam garis keturunan Kuru. Istilah ini tidak mencakup anak-anak Pandu, yang mendirikan garis keturunan baru, yaitu para Pandawa.
Riwayat singkat
Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Gandari, istri Dretarastra, menginginkan seratus putera. Kemudian Gandari memohon kepada Byasa, seorang pertapa sakti, dan beliau mengabulkannya. Gandari menjadi hamil, namun setelah lama ia mengandung, puteranya belum juga lahir. Ia menjadi cemburu kepada Kunti yang sudah memberikan Pandu tiga orang putera. Gandari menjadi frustasi kemudian memukul-mukul kandungannya. Setelah melalui masa persalinan, yang lahir dari rahimnya hanyalah segumpal daging. Byasa kemudian memotong-motong daging tersebut menjadi seratus bagian dan memasukkannya ke dalam guci, yang kemudian ditanam ke dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, guci tersebut dibuka kembali dan dari dalam setiap guci, munculah bayi laki-laki. Yang pertama muncul adalah Duryodana, diiringi oleh Dursasana, dan saudaranya yang lain.
Seluruh putera-putera Dretarastra tumbuh menjadi pria yang gagah-gagah. Mereka memiliki saudara bernama Pandawa, yaitu kelima putera Pandu, saudara tiri ayah mereka. Meskipun mereka bersaudara, Duryodana yang merupakan saudara tertua para Korawa, selalu merasa cemburu terhadap Pandawa, terutama Yudistira yang hendak dicalonkan menjadi raja di Hastinapura. Perselisihan pun timbul dan memuncak pada sebuah pertempuran akbar di Kurukshetra.
Setelah pertarungan ganas berlangsung selama delapan belas hari, seratus putera Dretarastra gugur, termasuk cucu-cucunya, kecuali Yuyutsu, putera Dretarastra yang lahir dari seorang dayang-dayang. Yang terakhir gugur dalam pertempuran tersebut adalah Duryodana, saudara tertua para Korawa. Sebelumnya, adiknya yang bernama Dursasana yang gugur di tangan Bima. Yuyutsu adalah satu-satunya putera Dretarastra yang selamat dari pertarungan ganas di Kurukshetra karena memihak para Pandawa dan ia melanjutkan garis keturunan ayahnya, serta membuatkan upacara bagi para leluhurnya.
Para Korawa
Berikut ini nama-nama seratus Korawa yang dibedakan menjadi dua versi, versi India dan versi Indonesia. Kedua Korawa utama yaitu Suyodana alias Duryodana dan Dursasana disebut lebih dahulu. Kemudian yang lain disebut menurut urutan abjad. Versi India
Duryodana (Duryodhana)
Dursasana (Dussāsana)
Abaya (Abhaya)
Adityaketu (Ādithyakethu)
Alalupa (Alolupa)
Amapramadi (Amapramādhy)
Anadrusya (Anādhrushya)
Antudara (Anthudara)
Anuwinda (Anuvindha)
Aparajita (Aparājitha)
Ayubahu (Ayobāhu)
Bahwasi (Bahwāsy)
Bilawardana (Belavardhana)
Bimabala (Bhīmabela)
Bimawiga (Bhīmavega)
Bimawikra (Bhīmavikra)
Carucitra (Chāruchithra)
Citra (Chithra)
Citrabana (Chithrabāna)
Citraksa (Chithrāksha)
Citrakundala (Chithrakundala)
Citrakundhala (Chithrakundhala)
Citranga (Chithrāmga)
Citrawarma (Chithravarma)
Citrayuda (Chithrāyudha)
Danurdara (Dhanurdhara)
Dirkabahu (Dhīrkhabāhu)
Dirkaroma (Dīrkharoma)
Dredahasta (Dridhahastha)
Dredakarmawu (Dhridhakarmāvu)
Dredaksatra (Dridhakshathra)
Dredaratasyara (Dhridharathāsraya)
Dredasanda (Dridhasandha)
Dredawarma (Dridhavarma)
Duradara (Durādhara)
Durdarsa (Durdharsha)
Durmada (Durmada)
Durmarsana (Durmarshana)
Durmuka (Durmukha)
Dursaha (Dussaha)
Dursala (Dussala)
Durwigaha (Durvigāha)
Durwimuca (Durvimocha)
Duskarna (Dushkarna)
Dusparaja (Dushparāja)
Duspradarsa (Dushpradharsha)
Jalaganda (Jalagandha)
Jarasanda (Jarāsandha)
Kancanadwaja (Kānchanadhwaja)
Karna (Karna)
Kawaci (Kavachy)
Kradana (Kradhana)
Kundabedi (Kundhabhedy)
Kundadara (Kundhādhara)
Kundase (Kundhasāi)
Kundasi (Kundhāsy)
Kundi (Kundhy)
Mahabahu (Mahabāhu)
Mahodara (Mahodara)
Nagadata (Nāgadatha)
Nanda (Nanda)
Nisamgi (Nishamgy)
Pasi (Pāsy)
Pramada (Pramadha)
Sadasuwaka (Sadāsuvāk)
Saha (Saha)
Sala (Sala)
Sama (Sama)
Sarasana (Sarāsana)
Satwa (Sathwa)
Satyasanda (Sathyasandha)
Senani (Senāny)
Somakirti (Somakīrthy)
Subahu (Subāhu)
Suhasta (Suhastha)
Sujata (Sujātha)
Sulocana (Sulochana)
Sunaba (Sunābha)
Susena (Sushena)
Suwarca (Suvarcha)
Suwarma (Suvarma)
Suwiryaba (Suvīryavā)
Ugrase (Ugrasāi)
Ugrasena (Ugrasena)
Ugrasrawas (Ugrasravas)
Ugrayuda (Ugrāyudha)
Upacitra (Upachithra)
Upananda (Upananda)
Urnanaba (Ūrnanābha)
Walaki (Vālaky)
Watawiga (Vāthavega)
Wikarna (Vikarna)
Wikatinanda (Vikatinanda)
Winda (Vindha)
Wirabahu (Vīrabāhu)
Wirajasa (Virajass)
Wirawi (Virāvy)
Wisalaksa (Visālāksha)
Wiwitsu (Vivilsu)
Wrendaraka (Vrindāraka)
Yuyutsu (Yuyulssu) *
Dusila (Dussila) *
Versi Indonesia
Duryodana (Suyodana)
Dursasana (Duhsasana)
Abaswa
Adityaketu
Alobha
Anadhresya (Hanyadresya)
Anudhara (Hanudhara)
Anuradha
Anuwinda (Anuwenda)
Aparajita
Aswaketu
Bahwasi (Balaki)
Balawardana
Bhagadatta (Bogadenta)
Bima
Bimabala
Bimadewa
Bimarata (Bimaratha)
Carucitra
Citradharma
Citrakala
Citraksa
Citrakunda
Citralaksya
Citrangga
Citrasanda
Citrasraya
Citrawarman
Dharpasandha
Dhreksetra
Dirgaroma
Dirghabahu
Dirghacitra
Dredhahasta
Dredhawarman
Dredhayuda
Dretapara
Duhpradharsana
Duhsa
Duhsah
Durbalaki
Durbharata
Durdharsa
Durmada
Durmarsana
Durmukha
Durwimocana
Duskarna
Dusparajaya
Duspramana
Hayabahu
Jalasandha
Jarasanda
Jayawikata
Kanakadhwaja
Kanakayu
Karna
Kawacin
Krathana (Kratana)
Kundabhedi
Kundadhara
Mahabahu
Mahacitra
Nandaka
Pandikunda
Prabhata
Pramathi
Rodrakarma (Rudrakarman)
Sala
Sama
Satwa
Satyasanda
Senani
Sokarti
Subahu
Sudatra
Suddha (Korawa)
Sugrama
Suhasta
Sukasananda
Sulokacitra
Surasakti
Tandasraya
Ugra
Ugrasena
Ugrasrayi
Ugrayudha
Upacitra
Upanandaka
Urnanaba
Wedha
Wicitrihatana
Wikala
Wikatanana
Winda
Wirabahu
Wirada
Wisakti
Wiwitsu (Yuyutsu)
Wyudoru (Wiyudarus)
Istimewa:
Yuyutsu adalah putra Dretarastra dari seorang dayang-dayang.
Dursila adalah adik perempuan Korawa. Ia satu-satunya wanita di antara para Korawa.
Korawa lainnya
Para Korawa (putera Dretarastra) yang utama berjumlah seratus, namun mereka masih mempunyai saudara dan saudari pula. Yaitu Yuyutsu, yaitu anak Dretarastra tetapi lain ibu, ibunya seorang wanita waisya. Kemudian dari Dewi Gandari, lahir seorang putra lagi bernama Duskampana dan seorang putri bernama Dursila (atau Duççyla atau Dussila).
Referensi
Nama-nama tokoh para Korawa versi Indonesia diambil dari:
I Gusti Putu Phalgunadi, 1900, Âdi Parva. The First Book. New Delhi: International Academy of Indian Culture and Aditya Prakashan, halaman 186-189. (Phalgunadi menerbitkan ulang teks Jawa Kuna Adiparwa yang pernah diterbitkan, namun kali ini disertai dengan terjemahan dalam bahasa Inggris. Nama-nama tokoh Korawa di dalam naskah yang digunakan Phalgunadi tidak lengkap, dan kadang-kadang berbeda dengan nama dalam Mahabharata dari India yang memakai bahasa Sansekerta. Kemudian oleh Phalgunadi dilengkapi dengan nama-nama yang ia dapatkan dari Mahabharata versi Sansekerta
Bathara Ismaya adalah seorang dewa yang tampan,putra dari Bathara Tunggal dan cucu dari Sang Hyang Wenang.silsilahnya sebagai berikut:
Sang Hyang Nurcahya
I
Sang Hyang Nurrasa
I
Sang Hyang Wenang
I
Sang Hyang Tunggalberputera 3 orang yaitu : 1. Bathara Antaga
2. Bathara Ismaya
3. Bathara Manikmaya ( Bathara Guru)
ketiga putera bathara Tunggal berparas tampan tanpa cacat fisik.dan Bathara Ismaya inilah yang menjadi ki lurah Semar.
cerita singkatnya seperti ini:
Bathara Tunggal yang bertahta di kahyangan Alam Kumitir meminta kepada ke tiga puteranya agar membangun keraton untuk tinggal mereka bertiga.Batara Ismaya lah yang paling menonjol kesaktiannya,dan diciptakannya sebuah keraton yang megah dan besar diatas gunung Mahameru ( kalau di tanah Hindi disebut gunung Himalaya ).keraton itu disebut sebagai Kahyangan karena berada di puncak gunung.dan deberi nama Kahyangan Jong GiriSalaka ( jonggringsalaka ).merasa Bathara Ismaya yang menciptakan maka dia lah yang pantas menjadi raja dewa,perkataan Ismaya ditentang oleh sang kakak yaitu Bathara Antaga,Antaga lah yang pantas menjadi raja dewa karena dialah saudara paling tua.pertengkaran mulut terjadi dan sama-sama ingin berkuasa.akhirnya mereka membuat sayembara,barang siapa yang bisa dan mampu menelan dan mengeluarkan lagi gunungyang berada tidak jauh dari kahyangan maka orang itulah yang akan menjadi raja dewa.
Bathara Antaga segera mengeluarkan semua ilmu dan kesaktiannya,dia segera memakan gunung itu,tapi tak sanggup menelannya.akhirnya mulut yang terus dipaksakan mendadak menjadi lebar menganga dan wajahnya pun mendadak berubah total.giliran Bathara Ismaya,dia bisa memakan dan menelan gunung itu,tapi tak sanggup untuk mengeluarkan lagi,tiba-tiba tubuh Ismaya membengkak besar dan pantat nya pun menjadi besar ( seperti gambar di atas ,Ismaya babar wujud ).merasa bersalah , mereka berdua memohon ampun pada ayahnya.sudah menjadi takdir dari YANG MAHA KUASA,mereka berdua harus pasrah menerimanya.maka Bathara Manikmaya lah yang harus bertahta di kayangan Jong Giri Salaka.dan Bathara Tunggal memberi nama baru pada Antaga yakni : TOGOG. sedangkan Ismaya berganti nama SEMAR.untuk menebus kesalahannya mereka berdua tidak diperkenankan tinggal di kahyangan.dan Togog diserahi tugas mendidik dan mengasuh satria dan raja yang berwatak angkara, sedangkan Semar diserahi tugas mengasuh satria dan raja yang berwatak luhur.Sedangkan Bathara Manikmaya bergelar Sang Hyang Jagat Giri Nata.
kenapa Bathara Manikmaya bisa bertangan 4 dan mempunyai sapi Lembu Handini ?
Raden Sukasrana putera dari Resi Suwandagni dan merupakan adik dari Raden Sumantri.
berujud raksasa bajang (kerdil).tetapi mempunyai kesaktian yang luar biasa.dan sangat sayang kepada kakaknya.begitu juga Raden Sumantri juga sangat sayang kepada adiknya meskipun buruk rupa.jasanya sang Sukasrana kepada kakaknya sangat besar disaat Raden Sumantri disuruh Prabu Harjuna Sasrabahu raja Keraton Mahespati untuk memindah Taman Sriwedari yang ada di kahyangan Uttarasagara tempat bertatahnya sang dewa Wisnu.atas bantuan raden Sukasrana inilah taman Sriwedari bisa dipindah. dari kahyangan ke keraton Mahespati.apa balas budinya dari raden Sumantri? kakaknya tega membunuh adiknya sendiri meskipun tidak disengaja.apa penyebab kejadian itu ?
Setelah taman Sriwedari berada di keratin Mahespati,permaisuri raja Mahespati ketakutan melihat sosok raksasa kecil yang tidak lain adalah raden Sukasrana.sang dewi kemudian melapor pada Parabu Harjuna Sasrabahu untuk membunuh sosok yang menakutkan itu yang berada di taman.sang raja kemudian menyuruh raden Sumantri untuk mencari dan membunuhnya.Sumantri tahu bahwa itu ulah dari adiknya,maka ditemuinya dan ditanya.Raden Sukasrana raksasa yang jujur .dan mengakui semua perbuatannya.pada awalnya raden Sumantri tak tega dan hanya menyuruh pulang,tetapi sang Sukasrana tetap ikut kepada kakaknya yang dicintainya.Raden Sumantri mengambil anak panah yang intinya hanya untuk menakuti sang adik,karena tangisan dari sang adik membuat tangan Sumantri yang sedang memegang busur dan anak panah gemetaran dan tanpa disengaja anak panah melesat dan menancap ke dada raden Sukasrana.matilah sang Sukasrana.dan arwah sang adik akan menuntut balas nanti disaat keraton Mahespati diserang pasukan dari Keraton Alengka dibawah pimpinan Dasamuka/Rahwana.dan raden Sumantri mati ditangan Prabu Dasamuka.